PSHT merupakan
organisasi / perguruan pencaksilat yang berdiri di Madiun, tepatnya di desa Pilangbango Kota Madiun pada tahun 1922 oleh Ki Hadjar Hardjo Oetomo, murid dari Ki Ngabei Soerodiwirjo. pada awalnya, PSHT memiliki nama Setia Hati Pencak Sport Club, yang pada saat itu sempat dibekukan kegiatan perguruan oleh belanda karena mengandung kata "pencak", dan Ki Ngabei Soerodiwirjo ditahan oleh belanda di penjara Madiun,Cipinang, sampai ke Penjara Padang Sumatera. guna menghidupkan kegiatan perguruan dan menghindari sergapan belanda, maka kata "Pencak" dihilangkan dan diganti dengan kata "Pemuda" sehingga berubah menjadi Setia Hati Pemuda Sport Club. tepat setelah RI diduduki oleh Jepang, nama SH PSC dirubah menjadi SH Terate oleh Ki Hadjar berdasarkan hasil pandangan beliau beseta murid-muridnya dan bertahan sampai dengan saat ini.
pada masa awal, PSHT merupakan perguruan pencak silat tanpa berbentuk organisasi, tapi pada sekitar tahun 1948-an, berdasarkan rapat para petinggi dan sesepuh,telah diputuskan berubah bentuk menjadi organisasi Persaudaraan Setia Hati Terate yang memiliki AD/ART dalam menjalankan roda organisasi.
pada perkembangannya, setelah Ki Hadjar wafat, PSHT dibesarkan dengan sangat baik oleh Alm. RM. Imam Koesoepangat, dan sampai akhirnya PSHT dapat berkembang pesat sampai dengan hari ini dengan memiliki kompleks padepokan pusat yang berlokasi di wilayah Nambangan Kidul Madiun dengan Mas Tarmadji B. Harsono selaku Ketua Umum Pusat PSHT sekarang.
seiring dengan berjalannya waktu, PSHT tidak hanya berkutat pada bidang pencaksilat saja, tapi juga melebarkan sayap di bidang-bidang lain yang bertujuan untuk kepentingan masyarakat luas, a.l : pendidikan (dengan mendirikan SMP & SMIP Kussuma Terate), ekonomi (Koperasi Terate Manunggal) dan dalam tempo yang akan datang segera dibangun sarana kesehatan untuk masyarakat umum di wilayah padepokan PSHT pusat. selain itu, dalam bidang prestasi, PSHT tidak pernah absen dalam menghasilkan atlit2 guna mendulang medali, baik dalam tingkat nasional/internasional.


Jumat, 21 Maret 2008


1. BERSIKAP SEPERTI KATAK DALAM TEMPURUNG
(MERASA TIDAK PERLU BELAJAR DAN BERLATIH)



“Warga kok latihan?”, ini pemikiran yang mengherankan. Gelanggang pertandingan 10x10 meter itu memiliki peraturan sendiri. Di sana pesilat yang lemah secara fisik dan teknik dan tidak punya strategi: akan kalah. Gelanggang tidak akan memperdulikan anda dari perguruan apa, pengesahan tahun berapa, lebih senior atau yunior, dsb. Gelanggang adalah hanya memberikan kemenangan pada mereka yang mau berusaha keras (dengan berlatih).
Hambatan terbesar untuk berlatih sebenarnya datang dari diri sendiri. Seringkali “ego seorang warga” menghalangi dirinya untuk belajar dan berlatih. Kita telajur merasa puas dengan “predikat warga” sehingga merasa tidak perlu belajar pada orang lain dan menutup wawasan.
Dan kita telanjur merasakan enaknya malas-malasan tidak berlatih. Dunia persilatan ini luas, jangan terkurung dalam tempurung “warga”. Jangan sampai kualitas fisik dan mentalmu saat siswa justru menurun saat jadi warga.

Hal diatas adalah pikiran pengecut (loser) karena artinya kita tidak berani berkembang menjadi lebih baik. Latihan aja takut, gimana bisa menang? Apalagi juara?




2. KURANG MEMILIKI MENTAL JUARA

OK, anda sudah bersikap penuh tanggung jawab sebagai atlit dengan berlatih teratur. Tetapi nggak cukup hanya berlatih saja. Mental juga harus dilatih! Seringkali kita berlatih hanya sekedar menggerakkan tangan dan kaki tanpa melibatkan mental (otak) kita. Kalau begitu sama saja dengan robot dong. Dalam pertandingan robot itu hanya akan mengeluarkan tendangan A saja, C saja, (macam begini biasanya gampang dikalahkan), atau lebih parah lagi, kalau software-nya sudah macet duluan. Jadi, software (otak) yang kita miliki juga harus dilibatkan dalam latihan.


Cara terbaik mendapatkan mental juara adalah membiasakannya sejak dalam latihan. Mengapa? Karena botol yang berisi air akan mengeluarkan air, botol yang berisi sirup akan mengeluarkan sirup. Bila latihan adalah botol, maka botol yang berisi “saripati juara” akan mengeluarkan “juara”. Saripati juara adalah mental juara.
Apakah mental juara itu? Yaitu meliputi sifat-sifat berikut ini:


1. motivasi tinggi (high-motivated)
motivasi tinggi datang dari: 1) keinginan kuat ingin menjadi juara; 2)keinginan menjadi lebih baik, dan; 3) keberadaan pesaing-pesaing/rival yang harus dikalahkan.
Cara terbaik untuk memperolehnya adalah: menetapkan target juara yang ingin kau capai. Kalau kau setia pada target itu, kau akan betah berlatih seberat apapun latihannya.


2. fokus atau konsentrasi (focus)
mampu memilah pikiran, memusatkan pikiran dan menghilangkan pikiran yang tak perlu. Saat tiba di tempat latihan, yang kau pikirkan hanyalah: berlatih. Masalah kuliah, pacar, dll singkirkan dulu.

Kunci untuk fokus adalah: Mengahayati suasana. Menikmati, meskipun latihan itu berat, tegang, rame, sepi, cuaca buruk dsb. Atau “sadar sepenuhnya pada saat ini aku sedang melakukan apa”. Kalau kau bisa merasakan semua itu, artinya sudah mulai fokus.

Untuk membantu agar fokus dalam berlatih, tetapkan target sebelum berangkat berlatih. Misalnya “hari ini aku ingin melatih tendangan kiri 100 kali”,”hari ini aku ingin belajar sirkel”, “hari ini sprint 100m harus masuk 10 detik”, dll.


3. percaya diri (self-confident)
yakin pada kemampuanmu sendiri! Jangan pernah berpikir “tidak bisa” atau “sulit”. Gantinya pikirkan “saat ini memang belum bisa, tapi besok aku pasti bisa!”.
Bersyukurlah bila pelatih selalu memberimu porsi latihan yang berat, karena sebenarnya hal itu menimbulkan rasa percaya diri. Saat kau bisa bertahan, setelah latihan selesai kau bisa mengatakan pada diri sendiri: “wah, ternyata aku kuat, ternyata aku bisa!”, dan saat pertandingan kau akan berpikir:”Aku tidak takut, aku kan sudah latihan, latihannya berat lagi,.. so what gitu loh?!”.


4. kuat bertahan di bawah tekanan (ability under pressure)
Intinya adalah: tidak gentar oleh apapun dan pantang menyerah. Latihan dapat berjalan keras namun bila kau bisa mempertahankan pikiranmu tetap jernih (fokus), kau juga akan tetap tenang dalam bertanding. Kau dapat melihat setiap peluang untuk mengambil poin dan tidak gampang down. Dan semua usaha lawan untuk menekanmu, dari dalam atau luar gelanggang, tidak akan mempan.

Jangan menuruti pikiranmu yang menyuruhmu untuk menyerah. Tantang batas-batas dalam dirimu sendiri, buktikan kau bisa berkembang lebih baik, miliki harga diri yang kuat, buktikan kau itu tangguh, kau pantang menyerah. Never give up!


5. mampu bangkit dari kesalahan dan kegagalan (reboundability)

tidak terpaku pada kesalahan dan kegagalan. Misalnya kau berbuat kesalahan melakukan suatu teknik, atau kecolongan poin terus saat latihan sparring, atau gerakanmu salah saat berlatih jurus: jangan pikirkan. Tetap fokus, tetap berusaha, jangan biarkan emosi menguasai.

Demikian juga kalau kau pernah mengalami kekalahan. Jangan tenggelam dalam kekalahan itu, bangkitlah dan berlatih lagi lebih keras! Perjuangan yang sebenarnya adalah saat kita berusaha bangkit dari kegagalan.

3. TIDAK MEMAHAMI PERATURAN PERTANDINGAN
Atlit yang tidak memahami peraturan pertandingan biasanya:1)bodoh dalam strategi; 2)mudah dikelabui; 3)tidak tahu kenapa ia kalah (or ia tidak bisa menganalisa permainannya sendiri).
Sekuat apapun fisik dan teknik kalau tidak punya strategi untuk menang, percuma saja. Kita tidak mesti bermain ngotot untuk menang, tidak mesti mengeluarkan semua teknik bila bisa menang mudah, dan tidak mesti bermain seru untuk memuaskan penonton. Yang penting menang, tapi menang dengan sportif, titik.

How? Dengan memahami peraturan pertandingan secara mendalam, kita dapat bermain lebih taktis dan cerdas. Ofisial/pelatihmu tidak kesulitan mengarahkan strategi karena kamu sudah ngerti aturannya. Mungkin penonton kecewa karena pertandingan jadi nggak seru, mungkin lawan jengkel karena merasa diperdaya. Orang lain nggak bisa protes karena menurut peraturan kamu menang. Tetap menang sportif, kan? Pencak silat bukan hanya fisik-teknik, tapi juga “permainan otak” tingkat tinggi. Ingat-ingat!

Dalam pencak silat, strategi adalah kombinasi 4 hal: Fisik, teknik, mental, dan peraturan pertandingan. Milikilah buku peraturan, pahami secara mendalam Jangan hanya memahami yang kelihatan saja, tapi pahami sampai ke level wasit juri. Kalau kau bisa memahami pola pikir wasit juri, kau bisa membuat wasit juri memenangkan dirimu.




4. BERPIKIR YANG TIDAK-TIDAK SEBELUM BERTANDING

Yang harus kita takuti diri kita sendiri. Lawan terberat adalah diri kita sendiri, termasuk pikiran kita sendiri! Ingat hal ini: pikiran mempengaruhi tubuh. Artinya, bila kau bisa mengendalikan pikiranmu, kau bisa mengendalikan kondisi tubuhmu sepenuhnya. Kalau kau berpikir kau kuat, tubuhmu akan kuat; kalau kau berpikir akan kalah, tubuhmu juga patuh.

Kita tidak boleh berpikir yang tidak-tidak sebelum bertanding, apalagi mengatakannya. Karena itulah para pelatih sering mengingatkan agar menjaga diri, jangan terlalu banyak bicara/guyon selama mengikuti kejuaraan. Dan mereka menyuruh banyak berdoa dan tirakat. Maksudnya berdoa juga supaya jelas tujuan dan keinginan kita bertanding untuk apa (“Ya Tuhan, berilah keselamatan dan kesuksesan agar saya jadi juara…”); dan torakat juga artinya kita harus membersihkan diri dari pikiran-pikiran yang tidak-tidak.

Menang kalah Tuhan yang menentukan, tapi kau bisa mengatur apakah kau mau bermain layaknya seorang pemenang atau pecundang. Pertama-tama,.. kendalikan pikiranmu dulu.
Waspadalah! Waspadalah!... pada pikiranmu sendiri.






5. MEMBATASI DIRI SENDIRI

Setelah berlatih sekian lama baik secara fisik dan mental, kemudian fokus, berdoa, menjaga pikiran saat kejuaraan…akhirnya tetap ada yang menang dan ada yang kalah. Ada yang juara ada yang tidak jadi juara. Apapun hasilnya, syukurilah. Tapi…tidak selesai begitu saja.

Kalau engkau jadi juara, berarti kau berada di atas. Artinya banyak orang yang melihatmu dan ingin mengalahkanmu. Memang sih namamu jadi melambung, tapi standar kemampuanmu juga harus naik. Mau tidak mau kau tidak bisa santai, kau tetap harus berlatih bahkan lebih keras dan lagi karena pesaingmu semakin banyak dan semu orang menganggapmu “tinggi”. Mempertahankan lebih sulit daripada meraih, itu benar.

Dan kalau engkau juara, kau harus mengingat segala kesenangan itu. Saat tanganmu diangkat oleh wasit di babak final, saat semuanya memberi selamat padamu, saat lehermu dikalungi medali dan namamu disebutkan sebagai juara, nikmatilah semua itu. Senang kan rasanya? Jelas dong. Padahal ini baru kejuaraan tingkat cabang. Bayangkan, jadi juara di tingkat daerah Se-Jawa Timur rasanya lebih bangga lagi. Apalagi juara di tingkat Nasional, internasional, … wah jauh lebih senang pol! Jadi jangan puas kalau cuma sekali-dua kali jadi juara. Jangan membatasi diri sendiri, jangan cepat puas. Karena kalau kau cepat puas kau sama dengan “warga yang terkurung dalam tempurung juara” (baca nomor 1 diatas).

Kau bisa mempertahankan bahkan menaikkan gelarmu, kau bisa berkembang lebih baik lagi! Tentu saja kau harus berlatih lebih baik lagi untuk mencapainya.
Itu kalau juara, bagaimana kalau kau kalah? Kau juga tidak boleh menyerah. Segeralah bangkit, analisa dan koreksi diri mengapa kamu kalah. Hal ini akan menjadi bekal yang memperkaya pengalamanmu. Ingatlah kalau tidak ada juara yang langsung menang dari awal, rata-rata mereka mengalami kekalahan berkali-kali dahulu, tetapi tetap bangkit, berlatih, dan dengan bekal pengalaman itu (termasuk pengalaman kalah di masa lalu), mereka akhirnya menang. Jangan berhenti karena kalah beberapa kali, jadikan cambuk untuk berkembang lebih baik lagi.
Kalau kau berhenti, mutung atau kapok karena kalah, artinya kita membatasi diri dengan rasa putus asa. Artinya kita tidak punya cukup nyali dan usaha untuk terus berusaha menjadi atlit yang lebih baik… dan manusia yang lebih baik. Bukankah yang dinilai adalah usahanya, bukan hasilnya?


dikontribusi oleh: Kurniati Rahayuni, S.Psi


dikutip : shteratemlg.multiply.com

Tidak ada komentar: